Apakah Manajemen Merupakan Sebuah Ilmu?
Tugas Mata Kuliah Filsafat
Ilmu
Pasca Sarjana STIEKU
Dosen Pengampu: Ventje G.
Rombot, S.E., M.Pd.
Penyusun:
Jacub M. Saleh
NEM:
082010014
2010
PENDAHULUAN
Menentukan bahwa suatu bidang kajian merupakan suatu ilmu
membutuhkan bahan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan secara
universal dan tingkat ketelitian yang istimewa dari seorang peneliti. Penyusun
mencoba menyorot bidang manajemen berdasarkan berbagai sudut pandang yaitu data, hipotesis, hukum,
paradigma, program riset ilmiah, kebebasan ilmuwan, hermeunika dan dialektika.
Melalui aneka pendekatan ini penulis mengharapkan mampu menguak
dengan jelas dan nyata bahwa
sesungguhnya manajemen itu adalah benar sebagai ilmu.
PEMBAHASAN
Proses pembuktian bahwa manajemen memenuhi kriteria sebagai ilmu
melalui tahapan sebagai berikut:
1. Data
Data adalah sesuatu yang telah dikenal
dikenal dan berdasarkan itulah kesimpulan dapat ditarik, sesuai dengan
pengertian dalam Oxford Englisah Dictionary “ Data are things certainly known
(from which conclusions may be drawn ). Menurut Conant ilmu pengetahuan
memfokuskan dirinya pada data, sedangkan Kant menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
didefinisikan sebagai suatu sistem pengetahuan berdasarkan data.
Di dalam manajemen terdapat data yang diperlukan yang berasal
dari berbagai sumber misalnya manusia (human), modal (capital),
pengelolaan (managerial), dan teknologi (technological) yang merupakan masukan
(input) sedangkan data yang menjadi keluaran
(output) adalah berupa produk, pelayanan, keuntungan, kepuasan,
keterpaduan tujuan dan lain-lainnya. Secara lebih umum pengertian data adalah
bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan informasi atau keterangan,
baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukkan fakta.
Berdasarkan catatan di atas maka teranglah
bahwa manajemen mempunyai salah satu persyaratan sebagai ilmu yaitu berupa
data, yang selanjutnya data ini akan dianalisis melalui proses pengolahan data
yang telah ditentukan metodenya.
2. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti atau dengan kata lain jawaban
tersebut harus diuji kebenarannya, hal ini sesuai dengan pernyataan “karena ilmu hanya bisa memberikan
jawaban sementara yang harus diuji secara baru dan kuat serta proposisi ilmiah selalu bersifat hipotesis;
ia dibangun untuk diuji berdasarkan pengalaman. Adapun hal yang perlu diuji
adalah apakah data yang menunjuk hubungan antara variable penyebab dan variable
akibat serta adanya data yang menunjukkan bahwa akibat yang ada, memang ditimbulkan
oleh penyebab itu; ataupun adanya data yang memperlihatkan bahwa tidak ada
penyebab lain yang bisa menimbulkan akibat tersebut.
Di dalam bidang manajemen hubungan
kausalitas antara data masukan dan data
keluaran dalam periode waktu tertentu dilukiskan dalam konsep
produktivitas, yang kemudian konsep produktivitas inilah yang menjadi inti
permasalahan dalam bidang manajemen.
Secara ringkas pernyataan produktivitas dapat digambarkan dengan istilah
rasio antara output dengan input dalam periode tertentu yang berkenaan dengan
kualitas.
Hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti
manajemen senantiasa berkenaan dengan konsep produktivitas ini; yang ditinjau
dari dua sudut yaitu efektivitas (tercapainya tujuan atau berhasil guna) dan
efisiensi atau berdayaguna). Di dalam
operasional dan empirisnya bidang manajemen, hipotesis ini adalah salah satu
prinsip dasar manajemen yaitu perencanaa n(planning) sebab perencanaan
merupakan kegiatan memilih alternatif yang terbaik, yang kemudian akan diuji
melalui tingkat keberhasilannya dalam praktik.
Berlandaskan uraian di atas maka dalam
bidang manajemen pun penulis menemukan adanya jawaban sementara (hipotesis) yang
berubah bentuk menjadi perencanaan (planning) dalam empiris operasionalnya.
3. Hukum
Ilmu
pengetahuan adalah suatu sistem teoritis yang terdiri dari proposisi-proposisi
khusus tentang fenomena empiris yang dapat diamati setiap hari, sedangkan yang
dimaksud dengan proposisi itu sendiri adalah merupakan rangkaian pengertian.
Dalam proses pembentukan proposisi
terjadi itu terdapat dua hal.
Pertama:
Ada pengertian yang menerangkan tentang pengertian yang lain, ada pengertian
yang diingkari oleh pengertian yang lain. Contoh: “Manajemen SDM itu berfungsi”.
“Berfungsi” menerangkan tentang “manajemen SDM”. Pengertian yang menerangkan
itu disebut predikat, sedangkan pengertian yang diterangkan disebut subyek.
Kalau dalam proses perangkaian itu terjadi pengingkaran, maka proposisi yang
terbentuk menjadi: “Manajemen SDM itu tidak berfungsi”.
Kedua:
Dalam proses pembentukan proposisi itu sekaligus terjadi pengakuan bahwa manajemen
SDM itu memang berfungsi, atau bahwa manajemen SDM itu memang tidak berfungsi. Jelaslah,
bahwa proposisi itu mengandung sifat benar atau salah, sebaliknya pengertian
tidak ada hubungannya dengan benar atau salah, pengertian tidak benar tidak
salah.
Hal
yang dinyatakan di dalam proposisi seperti di atas adalah fakta, yaitu
observasi yang dapat diverifikasi atau diuji kecocokannya secara empirik dengan menggunakan indera (an
empirically verifiable observation). Yang benar adalah proposisi karena adanya
kesesuaian antara subjek dan predikat: proposisi itu konsisten. Yang logis
adalah penalaran, yang berarti penalaran itu mempunyai bentuk yang tepat:
penalaran itu sahih.
Penjelasan
Hempel melihat bahwa penjelassan ilmiah memiliki struktur logis yang deduktif.
Ia menyebutnya struktur penjelasan deduktif nomologis, artinya suatu penjelasan
deduktif di bawah hukum yang bersifat universal.
Dalam
manajemen juga terdapat bentuk formal dari deduksi yang terdiri atas
proporsi-proporsi kategorik, misalnya,
Setiap
organisasi memanfaatkan manajemen agar tercapai tujuannya secara berdayaguna
(proposisi umum).
Taman Ismail Marzuki
adalah adalah salah satu bentuk sebuah organisasi (proposisi khusus).
Taman Ismail Marzuki
memanfaatkan manajemen agar tercapai tujuannya secara
berdayaguna (kesimpulan).
Untuk mencapai dayaguna dan hasilguna bidang
manajemen dalam melaksanakan proses kegiatannya memanfaatkan matematika (proses
berpikir deduktif), statitika (proses berpikir induktif) dan menggunakan bahasa
untuk berkomunikasi dengan pihak lain. Ketiga unsur yang disebut terakhir ini
sudah tentu harus memenuhi hukum yang berlaku secara universal dalam mengoperasionalkannya.
4. Paradigma
Pengertian
paradigma adalah aturan yang mengendalikan proses penelitian ilmiah, suatu teori yang
dipergunakan untuk menerangkan fakta sehingga seorang ilmuwan dengan mudah
mempraktikkan hukum ilmiah dalam situasi yang berbeda-beda. Paradigma dapat
dilihat sebagai dasar dari bagi penelitian ilmiah, tempat pengertian dan
definisi ilmiah dibentuk dan berkembang, dan tempat seluruh pemikiran dasar
tentang dunia dikembangkan secara dinamis.
Paradigma
dalam bidang manajemen lahir ketika manusia menghadapi suatu permasalahan yang
tidak dapat dipecahkan secara perseorangan sehingga perlu bantuan dan kerjasama
dengan orang lain. Usaha pembentukan kelompok serta pengorganisasian berbagai
kelompok berkembang pesat dalam masyarakat, mengakibatkan peran, fungsi dan
tugas seorang manajer semakin penting.
Manajemen
adalah proses merancang dan memelihara sebuah lingkungan tempat sekelompok
orang, bekerjasama dalam grup, untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya.
Sesuai
dengan perkembangan situasi dan permasalahan yang dihadapi maka ilmu dan
praktik manajemen pun mengalami perubahan, sejak F.W. Taylor (1856-1915) sampai
dengan sekarang, maka hal ini tentu saja mempengaruhi dan membentuk paradigma
manajemen yang baru.
5. Program Riset
Program
riset ilmiah adalah sejumlah tahap yang dilalui setiap teori atau gagasan dasar
untuk menjadi semakin lama semakin matang, inti dari setiap program riset
ilmiah yang berupa gagasan dasar yang terdiri dari asumsi-asumsi dasar yang
tidak dapat dipersoalkan lagi (kebal terhadap kritik); Lakatos menamakan ini
sebagai “inti dasar” ilmu pengetahuan.
Menurut
filsafat Yunani, tugas ilmu pengetahuan
adalah mencari logos yang mendasari keteraturan alam semesta. Hal ini mendorong
Lakatos menghindari dua kesalahan yang sering dipikirkan dalam
filsafat-filsafat ilmu sebelumnya, yaitu apriorisme ilmiah dan subjektivisme
ilmiah. Tugas utama ilmu pengetahuan adalah mengidentifikasi program riset dari setiap teori sehingga
jelas perbedaan antara inti pokok dengan hipotesis pendukungnya.
Perkembangan
ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa perkembangan inti dasar ilmu pengetahuan
masih diperlukan.
Larry
Laudan mengusulkan agar pengertian “program riset ilmu pengetahuan” diganti
dengan istilah “tradisi riset ilmu pengetahuan” dengan maksud agar seluruh
entitas dan proses ilmu pengetahuan yang membentuk suatu tradisi sehingga
diterima masyarakat dan sekaligus juga dapat dikritik. Tradisi ilmiah ini
mempunyai fungsi heuristic, fungsi verifikasi suatu hipotesis dan fungsi
ontologis.
Dalam bidang manajemen pun memenuhi
persyaratan sesuai catatan di atas
seperti konsep yang jelas, teori dan akumulasi pengetahuan melalui pengembangan
hipotesis, percobaan dan analisis. Pendekatan keilmuan (scientific approach)
dalam manajemen misalnya dapat diamati peran Teori Manajemen untuk merancang struktur
organisasi yang berhasil guna (efektif) terdapat beberapa prinsip yang saling
berhubungan dan mempunyai nilai prediktif bagi seorang manajer.
Tahap pematangan teori dan gagasan dasar
dalam bidang manajemen misalnya dikemukakan oleh masing-masing ilmuwan; Frederick W. Taylor, diakui sebagai “the father of scientific management)
mengemukakan bahwa untuk meningkatkan produktifitas melalui efisiensi yang
lebih besar dalam produksi dan menaikkan upah pekerja melalui penerapan metode
ilmiah. Prinsipnya menekankan penggunaan ilmu, menciptakan keharmonisan dan
kerjasama kelompok, pencapaian keluaran maksimum dan pengembangan pekerja.
Henry L. Gantt, menekankan pentingnya kebutuhan akan pelatihan. Frank dan
Lilian Gilberth mengemukakan gagasan
dasar tentang studi gerak dan waktu serta aspek manusiawi, pemahaman tentang
kepribadian dan kebutuhan pekerja.
Selanjutnya bidang manajemen mengalami
perubahan tentang asumsi dasar yang dikemukakan
oleh Henri Fayol yang mendapat gelar sebagai “the father of modern management
theory” membagi kegiatan industry kedalam enam kelompok, yaitu; teknik,
komersial, keuangan, keamanan, akuntansi, dan manajerial. Merumuskan 14 prinsip
manajemen, seperti; pembagian kerja, wewenang dan tanggungjawab, disiplin,
kesatuan perintah, kesatuan arah, bawahan keseimbangan keluar-masuk, inisiatif
dan semangan korp. Perkembangan manajemen ilmiah selanjutnja menjadi ilmu
perilaku (behavioural sciences) yang dipelopori oleh Hugo Munsterberg;
Penerapan psikologi ke dalam industri
dan manajemen, Max Weber; Teori Birokrasi, serta Elton Mayo bersama F.J.
Roethlisberger meneliti tentang Pengaruh Hubungan dan Perilaku Sosial terhadap
kinerja kelompok. Mazhab terakhir adalah Teori Sistem yang diciptakan oleh
Chester Bernard dengan asumsi dasar bahwa tugas manajer adalah memelihara
sebuah sistem usaha bersama dalam satu organisasi formal. Ia mengemukakan sebuah
pendekatan sistem sosial yang
komprehensif dalam manajemen. Kemudian
muncul pemikir modern dalam manajemen
yang tak terhingga kontribusinya dalam pengembangan manajemen itu sendiri
seperti; Chris Argyris, Robert R. Blake, Ernest Dale, Peter f. Drucker, Robert
Waterman dan lain-lainnya.
Demikianlah, bidang manajemen telah
mengalami tahapan program riset ilmiah sesuai dengan tantangan perubahan dari
waktu ke waktu agar tercapai sasaran yang menjadi tugas utamanya yaitu keberdayagunaan
dan keberhasilgunaan, sehingga setiap program penelitian ilmiah bidang manajemen
telah mengikuti tradisi yang memiliki fungsi-fungsi heuristik, verifikatif, dan
ontologis.
6. Kebebasan
Ilmuwan.
Kebebasan para ilumuwan sangat erat
kaitannya dengan perkembangan ilmu, sementara perkembangan ilmu itu sendiri
ditentukan oleh bagaimana ia diterima dalam masyarakat dan dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.
Dalam bidang manajemen pemanfaatan manajemen sebagai ilmu maupun
penerapannya telah dilakukan oleh Frederick W. Taylor (1856-1912) di Midvale
Steel Company Philadelphia dan ia berprofesi sebagai konsultan dan sebagai
dosen serta mendapatkan gelar “Bapak
Ilmu Manajemen”, kemudian dilanjutkan oleh generasi ilmuwan manajemen hingga
kini; seperti Henri Fayol seorang indusrialis Prancis yang diberi gelar “the
father of modern operatioanal-management theory”.
Tentu saja ilmu pengetahuan manajemen
mengalami proses perkembangan seperti yang disampaikan oleh Kuln yaitu fase
pertama adalah fase percobaan dan penemuan yang dirintis oleh para ilmuwan
amatir, fase kedua adalah fase munculnya suatu paradigm, suatu fase yang biasa
ditandai oleh perkembangan teori dasar sampai mencapai tingkat kematangannya,
serta fase ketiga adalah fase pendanaan penelitian ilmiah terapan; dalam fase
ini perkembangan ilmu diukur dengan
kriteria kegunaannya dalam masyarakat. Bidang ilmu manajemen pun telah
diterapkan untuk kepentingan dalam berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi,
politik, sosial dan lain-lainnya. Sesuai dengan pendapat Feyerabend maka
manajemen pun memiliki teori yang berbicara tentang realitas yang independen
karena setiap inerprestasi terhadap fakta ditentukan oleh teori yang dipegang,
dan interpretasi tersebut akan selalu mengalami perubahan jika teori yang
dianut memang berubah; teori yang baik harus memiliki korespondensi dengan realitas.
Para ilmuwan bidang manajemen pun telah tercatat mempunyai cita-cita
intelektual yang mengandung sikap kritis dan kejujuran ilmiah.
Kebebasan ilmu pengetahuan semakin bertambah
dengan adanya kebebasan masyarakat modern dewasa ini, karena setiap warga,
setelah belajar dapat mengemukakan pikirannya sendiri dan mengambil keputusan
yang paling baik bagi dirinya. Menurut Feyerabend masyarakat harus menjamin
agar setiap orang memiliki kebebasan dan agar setiap orang tidak ditekan oleh
semua bentuk ideologi, termasuk dalam hal ini ilmu pengetahuan.
Kebebasan yang dimiliki para ilmuwan manajemen dan ilmu pengetahuan
manajemen khususnya dapat diperoleh sebab masyarakat dari waktu ke waktu telah
membuktikan bahwa dengan diterapkannya konsep, teori, dan prinsip manajemen
dalam setiap kegiatannya selalu berdayaguna dan berhasilguna.
7. Hermeneutika
Hermeunika adalah metode untuk menafsir dan
memahami teks dan memahami struktur pemahaman. Dalam bidang manajemen para
pelakunya setiap saat berhubungan dengan teks, sedangkan teks ini mengandung
pemahaman dan struktur pemahamannya sendiri, maka kemampuan berhermeuneutik ini
sangat diperlukan.
Jika ilmu-ilmu alam memusatkan perhatiannya
pada hukum-hukum alam yang berlaku umum, ilmu-ilmu sosial memusatkan perhatian
pada manusia dan motif-motifnya yang dapat berubah-ubah. Dalam hal ini ilmu
manajemen sebagai salah satu dari ilmu sosial, berhubungan dengan manusia
sebagai salah satu dari input dalam proses produksi ataupun sebagai yang
berkepentingan dengan organisasi (stakeholder). Pihak manajemen harus
mengetahui kemampuan yang dimiliki pelaku organisasi khususnya karyawan berupa
sumber daya manusia agar mampu disumbangkan dalam proses proses pencapaian
tujuan organisasi.
Memahami struktur pemahaman sebuah teks
merupakan kegiatan khas hermeneutika dengan memanfaatkan metode penafsiran
tertentu. Pertanyaan utama yang diajukan dalam metode ini adalah bagaimana
sebuah teks yang memiliki konteks historis jauh se belumnya dapat dibaca dan
dapat dibaca dewasa ini. Dalam bidang manajemen setiap peserta organisasi
senantiasa berusaha memahami sejarah kelahiran organisasinya dan hendaknya
mengenal rekan sekerja agar dapat bekerjasama dalam satu tim. Sesuai dengan
pendapat bahwa manusian adalah makhluk bersejarah, dalam arti ia tidak hanya
memiliki sejarah tetapi ia sendiri adalah pencipta sejarah. Jadi sejarah memang
menjadi ciri hakiki manusia. Manusia adalah makhluk psikosomatis yang dapat
menciptakan dan menentukan dirinya dalam sejarah, melalui masa lampau dan masa
sekarang yang ia miliki. Dalam bidang manajemen berpandangan yang setara bahwa
seorang peserta organisasi telah pengalaman dan akan memperoleh pengalaman yang
baru sebagai hasil dari pelaksanaan tugasnya. Hal inipun didukung pulan oleh
pandangan Gadamer bahwa pemahaman merupakan suatu proses holistik yang terjadi
dalam suatu siklus hermeneutik antara bagian-bagian teks dan pandangan
seseorang (dengan seluruh dimensi personal, historis, dan sosial) tentang teks
tersebut dengan keseluruhan. Dalam hal ini manajemen memandang bahwa seseorang
anggota organisasi telah memiliki fakta sosial masing-masing sebagai hasil dari
interaksi sosialnya sejak lahir. Ini berarti seorang peneliti dalam bidang ilmu pengetahuan (akademisi)
maupun manajer dalam manajemen harus memandang teks secara objektif (apa
adanya) sebagai realitas dan bersikap
“open minded” dan tidak berprasangka. Sikap seperti ini dipraktekkan oleh
manajemen dalam proses penilaian prestasi kerja (performance appraisal)
karyawan, sehingga hasil penilaian tersebut dinilai adil oleh bawahan maupun
atasan.
Demi memperluas horizon para karyawan yang
sifatnya pemahamannya tentang realitas selalu berada dalam satu fusi; suatu
gabungan antara horizon masa sekarang dan horizon masa lampau, maka mereka harus
selalu mengikuti pendidikan dan latihan sesuai dengan bidang keahliannya sebab
perkembangan teknologi demikian cepatnya.
8. Dialektika
Dialektika adalah metode untuk mencapai
sintesis konseptual, dan yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana dialektika
dapat menghasilkan sebuah pemahaman konseptual; dan apakah pemahaman satu sama
lain itu merupakan sebuah sintesis konseptual yang dapat dinilai benar atau
tidak. Plato menggunakan dialektika sebagai metode untuk melahirkan
konsep-konsep baru, dan agar pengetahuan
konseptual itu lebih pasti dan jelas ia menyebutnya “episteme”. Melalui
metode ini setiap orang diharapkan dapat mencapai suatu pemahaman konseptual,
saling mengenal satu sama lain dan pemahaman tersebut harus bertujuan membangun
sebuah pengertian konseptual yang lebih baik. Dalam bidang manajemen proses
seperti ini dapat dijumpai ketika para peserta organisasi sedang mengadakan
berbagai jenis rapat; di dalam rapat tersebut beberapa hadirin mengemukakan
berbagai pendapat yang diharapkan berbeda sehingga darinya dapat diambil
kesimpulan terbaik (bersentuhan dengan kebenaran). Oleh karena itu metode dialektika
ini sebenarnya memanfaatkan perbedaan pendapat dan mencoba melihat bagaimana
metode ini mencapai pemahaman konseptual yang semakin lama semakin jelas.
Keputusan para manajer adalah merupakan sebuah sintesis antara berbagai jenis
pemikiran dan pertimbangan yang sebelumnya saling bertentangan.
Proses dialektika ini dapat terjadi
terus-menerus tidak mengenal akhir hingga tercapainya kebenaran ilmiah yang
bersifat kumulatif dan tentative dengan memenuhi persyaratan koheren,
koresponden dan pragmatis. Setiap isi keputusan yang diambil oleh manajer pada
masing-masing tatarannya telah melalui proses tesis, anti tesis dan sintetis
sehingga dalam operasionalnya berdayaguna dan berhasilguna serta mencapai
produktifitas yang signifikan tinggi.
PENUTUP
Berdasarkan
penjelasan di atas maka manajemen dapat dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan
sebab memiliki sifat-sifat sebagai berikut;
1. Universal, kebenaran dalam ilmu manajemen berlaku umum artinya tidak
dibatasi oleh wilayah geografis maupun waktu sesuai dengan hukum alam.
2. Objektif, artinya kebenaran dalam ilmu manajemen diperoleh
berdasarkan data dan fakta empiris yang dapat diukur tingkat validitas maupun
reliabilitasnya.
3. Sistematis, artinya kebenaran dalam ilmu manajemen terbentuk dari
bagian-bagian yang bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi masing-masing saling
berkaitan antara satu dengan yang lainnya dan merupakan satu kesatuan yang
utuh. Ilmu manajemen pun mengandung paradigma tertentu, konsep, teori, prinsip
tersendiri.
4. Metodis, artinya kebenaran dalam ilmu manajemen dapat dipelajari dan
diajarkan melalui melalui cara tertentu misalnya dialektika, kebebasan ilmiah,
program riset sesuai dengan tingkat kesulitannya masing-masing.
5. Kumulatif, artinya ilmu manajemen yang mutakhir ini merupakan
pengembangan dan lanjutan dari penemuan tokoh-tokoh manajemen sebelumnya.
Permasalahan yang timbul dalam masyarakat semakin rumit maka pihak ilmu
manajemen harus menemukan hermeunika dan dialektika yang tepat.
6. Tentatif, artinya kebenaran dalam ilmu manajemen bersifat relatif
artinya teori yang telah ada dan diakui kebenarannya dapat diganti oleh teori
yang baru yang lebih tepat. Hal ini bisa terjadi karena adanya kebebasan dalam
berilmu pengetahuan dan para ilmuwannya sendiri hidup dalam masyarakat modern
yang bebas berekspresi saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Catatan Harian Kuliah Filsafat Ilmu Pasca Sarjana STIEKU Jakarta,
2010
Dua, Mikhael, 2007, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Maumere, Ledalero
Hornby, A.S., Oxford English Dictionary, England, 1962
Tidak ada komentar:
Posting Komentar